Adikku, di suratmu kau katakan bahwa kau sendirian. Begitu pula dengan tetehmu ini. Adikku, di suratmu kau katakan bahwa kau sering menangis merindukan saudara-saudaramu, begitu juga denganku. Di suratmu kau tegaskan rasa sayangmu padaku, terlebih lagi tetehmu ini, sayang……padamu.
Adikku, hidup ini keras, kau tak boleh manja,. Jika ada tetehmu ini di sampingmu, kau tak akan bisa belajar. Adikku, jangan kau sandarkan hidupmu pada orang lain. Belajarlah mandiri, walaupun nanti akan kau temukan hal-hal baru yang menyakitkan maupun yang menyenangkan tapi di sana banyak pelajaran berharga untuk bekal kehidupanmu. Tetehmu belajar dari semua itu. Belajar menjalani hidup dengan kekuatan sendiri. Terkadang kesepian, terkadang aku ingin berontak meminta perhatian dan kasih sayang orang.
Kita tidak boleh egois adikku! Banyak hal yang harus difahami dalam hidup. Tetehmu ini dipaksa dewasa, meskipun kau tahu sifat asliku yang manja dan kekanak-kanakan, jadilah teteh seperti yang sekarang. Tetehmu ini seorang yang lemah, lembut juga sensitif tapi hidup mengajarkan sebaliknya. Adikku, sebuah karya besar terkadang lahir dari sebuah kepahitan. Bukannya teteh mengharapkan penderitaan, tapi teteh sekedar mengingatkan bahwa kita harus siap dengan kondisi apa pun. Adikku………sesuatu yang kita takuti akan tetap menjadi sebuah ketakutan sampai kita punya kemauan untuk melewati dan melawan ketakutan itu. Ketakutanmu akan kehilangan tetehmu akan hilang, jika teteh benar-benar pergi.
Kelak…akan kau temukan arti hidup. Dan di saat kau menemukannya, aku berharap masih bisa menatapmu. Matahari yang akan kau nikmati esok hari adalah matahari yang sama, yang kunikmati juga, tapi takdir dan kehidupan kita pastilah berbeda. Dan itu adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang berjalan menurut ketentuanNya dan pilihan hidupnya masing-masing.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment